Jumat, 13 Mei 2011

Belajar Keikhlasan

Allah berfirman "Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada NYA (Al Bayyinah : 5 )


Ingatlah hanya kepunyaaan Allahlah agama yang murni (Azzumar : 3)


Nabi SAW bersabda Ikhlas itu salah satu rahasiaku yang kutitipkan dalam hati hambaku yang kucintai.



Pernahkan melihat wajah yang tersenyum dan bahagia walaupun sedang tidur diatas gerobak becak atau mungkin wajah-wajah penduduk desa yang bahagia walaupun hidup sederhana dan bersahaja dari sisi harta kekayaan atau sebaliknya pernahkah melihat orang yang bergelimangan harta tapi wajahnya cemberut, rumahnya besar, tetapi wajahnya penuh dengan kerisauan, apa yang membedakan dua kehidupan diatas, jawabannya adalah KEIKHLASAN. 

Dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya hati.” HR Bukhari 5965; Muslim 1741;


Wajah pertama yang selalu bahagia adalah wajahnya orang sederhana yang menerima dengan ikhlas setiap ketentuan Allah SWT dalam hidupnya sambil terus berusaha melakukan yang terbaik untuk mencari ridha Allah SWT. Keikhlasan tertinggi adalah pada saat semua yang dilakukan hanya untuk mencari ridha Allah SWT. Keikhlasan dari hati yang membuat pujian atau cacian manusia, serta pemikiran manusia akan sama saja dirasakannnya dan ini tidak mempengaruhi apa yang dilakukannya, karena yang dicari adalah ridha Allah SWT, bukan ridha selain Allah SWT.

Masalah kecil bisa menjadi besar dan masalah besar bisa menjadi kecil karena berbedanya keikhlasan dalam hati orang-orang yang memiliki masalah tersebut dalam menerima ketentuan Allah SWT.

Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan karena orang yang ikhlas tidak risau dengan segala sesuatu yang menimpa dirinya,  orang ikhlas adalah orang yang tidak mengharapkan sesuatupun kecuali berharap kepada Allah SWT.



Seorang pekerja yang ikhlas dalam bekerja hanya karena Allah SWT tidak akan risau dengan penilaian bosnya, karena bosnya juga makhluk Allah SWT , segala sesuatunya hanya dilakukan untuk Allah SWT dan tentu saja prestasinya akan cemerlang hanya balasan dari Allah lah yang dicari dan diharapkannya.

Ikhtiarnya akan optimal karena dia tidak risau kecuali risau kalau Allah tidak meridhai pekejaannya



Dalam hidup tidak selamanya kita mendapatkan apa yang kita harapkan. Ikhlaslah sambil terus berusaha memperbaiki. Insya Allah, Allah tidak akan menyiakan hambanya yang ikhlas.

Karunia besar dari Allah SWT dalam hidup ini bagi hambanya adalah ketika hamba itu bisa ikhlas dalam setiap langkah hidupnya. Hamba yang ikhlas adalah hamba yang  hatinya tenang.  Hamba yang memurniakan ibadah dan tingkah lakunya hanya untuk Allah SWT, hamba ikhlas adalah hamba yang terbebas dari godaan setan.



Al Fath (48)

-ayat  4-

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,


Berikut tips untuk mencapai keikhlasan yang dikutip dari buku ikhlas tanpa batas :




Beramallah Dengan Istikomah

Biasanya kita mudah terkena ria ketia baru meiakukan kebaikan untuk pertama kali, kedua kali atau ketiga kali, tetapi biia seianjutnya kita membiasakan amal balk itu terus-menerus, ria itu akan bisa kian menipis dan menipis. Saat berhaji atau berumrah per­tama kali, saat berkhotbah pertama kali, saat berqur­ban pertama kali, mungkin banyak dari kita yang tak bisa menepis ria daiam hati, sehingga -misalnya mem­bagus-baguskan amal dengan harapan kita meraup sanjungan ataupun sekadar mendapat kesan balk di hati orang. Mungkin demikian juga untuk yang kedua atau ketiga kali. Namun, bila kita kemudian ru­tin melakukan amal itu, lama-lama kita lebih mudah menghalau ria dalam hati kita.

Resapilah makna setiap apa yang kita ucapkan atau dengar
Di antara indahnya ibadah-ibadah dalam Islam ada­lah bahwa ibadah-ibadah itu bila dihayati menuntun kita untuk lebih halus. Orang yang shalat pria misalnya (berjamaah ataupun sendiri) dengan ria misalnya shalat karna dilihat mertua akan luntur rianya bila ia bisa meresapi bacaan shalatnya. Betapa tidak. Bila ia meresapi makna Allahu Akbar, maka ia akan sa­dar bahwa segala yang di dunia ini kecil, Allah-lah yang besar. Bila ia menghayati  (aku ha­dapkan totalitas diriku pada Yang Mencipta Iangit dan bumi), ia akan sadar bahwa ia sedang mengha­dap Allah. Bila ia meresapi arti inna shalati wa nusu­ki wa mahyaya wa mamati Ii Allah Rabb al-alamin (sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya demi Allah Pengatur semua alam), niscaya ia terketuk untuk membuang orientasinya pada makh­luk. Bila ia menyelami makna Iyya-Ka na`budu wa iyya-Ka nasta`inu (hanya kepada-Mu-lah kami meng­hamba, dan hanya kepada-Mu-lah kami memohon pertolongan), tentu ia akan malu bila hatinya tak se­suai dengan ucapannya ini.

Demikian pula orang yang mengaji Al-Quran, ia akan bisa mengikis rianya bila ia menghayati ayat-­ayat yang dibacanya, karena banyak sekali ayat Al-Quran yang langsung maupun tak langsung meng­ajarkan keikhlasan.

Demikian pula orang yang mengikuti majelis ilmu. Boleh jadi ada orang yang ikut pengajian ha­nya lantaran malu menolak perintah mertua, namun sangat mungkin bila ia meresapi makna dan kata-­kata ustadznya, ia pun terjebak untuk membuat ha­tinya ikhlas.

Dan sebagainya.